23 April 2018

Dewasa ini, teman-temanku keranjingan bergaul di dunia tanpa batas. Sebut saja maya. Ya, dunia maya. Banyak ilmu, hiburan, dan hal lain yang bisa kita dapat darinya. Dengan bermodalkan paket data seharga 100 ribu saja cukup untuk memasukki dunia ini. Tapi sebulan aja. Apalagi kalau sudah dipakai untuk unduh video, gambar, maupun video yang isinya gambar pasti lebih cepat habis paketnya.

Sebagai remaja yang berpotensi membangun bangsa ini, aku perlu putar otak buat akses data untuk kembangkan ilmu yang kudapat di tempatku berkuliah. Karena aku adalah insan BMKG. Yang aku butuhkan tidak jauh-jauh akses data yang cepat namun tidak merogoh kocek dalam-dalam. Simple, aku tetap pegang teguh prinsip anak kosan. Butuh gratisan. Kuputuskan gerilya ke tempat-tempat yang ada sinyal wifi. Disisi lain, aku merasa jadi seperti ketergantungan akan akses internet. Padahal, ini merupakan salah satu prosesku beradaptasi dengan era saat ini.

Era ini semuanya terhubung dengan internet. Kirim tugas via surat elektronik butuh internet. Mencari referensi tugas, butuh internet. Mencari hiburan juga ada di internet. Internet of Things. Aku coba telusuri bagaimana institusi ini mempunyai sistem yang kompleks terkait data cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami. Eh, nemu.


Ternyata, untuk menghasilkan informasi cuaca dan iklim perlu pengolahan data yang tidak sedikit. Data lain seperti penginderaan jauh diperlukan juga untuk pendukung akurasi informasi.

Big data = datanya yang besar ? Biayanya juga besar?



Tepat sekali ! Data ini butuh penyimpanan yang ekstra besar karena berisi berbagai macam informasi yang dibutuhkan oleh seorang insan BMKG. Otomatis biaya yang dibutuhkan untuk membeli media penyimpanan juga besar. Siapkah? Tentu siap lahir dan batin hehe..

Ukuran data yang besar namun tidak bisa diakses secara cepat juga percuma. Aku paham betul kebutuhan masyarakat sekarang lebih rinci dan lebih peka terhadap bencana. Perpaduan yang mantap jiwa antara koneksi internet dan big data bisa jadi solusi menjawab tantangan masyarakat.

Hmmm tunggu dulu...
Masyarakat memang perlu akses informasi yang sesuai dengan keinginannya. Tepat sasaran kayak ngincar gebetan atau tidak? Kalau tidak tepat nyeselnya seumur hidup lho. Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dapat menjadi sarana pengincar sasaran. Ia dengan hebatnya menyaring informasi yang perlu dan sering diakses oleh masyarakat. Misalnya, masyarakat yang tinggal di wilayah Jakarta. AI dapat menampilkan informasi cuaca dan iklim hanya wilayah Jakarta sesuai pilihan yang sering dibuka.

Insan BMKG juga terbantu dengan teknologi yang satu ini untuk mengolah data seluruh Indonesia dapat terbagi berdasarkan wilayah tertentu sesuai dengan pilihan. Sehingga informasi yang sampai ditangan masyarakat mendapat empat jempol karena cepatnya, akurasinya, ketepatannya, dan mudahnya dipahami bahkan oleh orang awam. Asyik dan menarik bukan?

Aku sangat antusias dengan implementasi dan kolaborasi dari Big Data, Artificial Intelligence, dan Internet of Things. Semuanya saling membutuhkan sekaligus menguntungkan. Seperti simbiosis mutalisme. Semuanya akan terasa hambar kayak nasi tanpa uduk (re : nasi uduk) bila salah satu unsurnya tidak ada. Semoga Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa memudahkan langkahku dan teman-teman semuanya untuk dapat membangun bangsa ini melalui penerapan teknologi yang sangat mantap jiwa ini.

Kita tunggu tanggal mainnya, Bung!

Silahkan berkomentar karena sangat berarti bagi perkembangan blog ini.
EmoticonEmoticon